http://www.facebook.com/danu.suryani/photos

DANU SURYANI

Get Gifs at CodemySpace.com

semoga bermanfaat, dan MOHON KOMENTARNYA !!!

semoga bermanfaat, & MOHON KOMENTARNYA !!!

Silahkan dilihat'.........

Rabu, 10 Oktober 2012

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BERDASARKAN UNDANG -UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2002

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BERDASARKAN UNDANG -UNDANG
NOMOR 14 TAHUN 2002 


(Studi Penyelesaian Sengketa Di Kantor Pajak Kabupaten Bogor)


USULAN TESIS



Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program
Magister Ilmu Hukum Universitas Djuanda


Oleh :


PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2012


A. Latar Belakang Masalah
Sejarah pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian Cuma-cuma) namun sifatnya merupakan kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh rakyat kepada seorang raja atau penguasa. Rakyat memberikan upetinya kepada raja waktu itu berupa natura seperti ternak, padi atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-lain1.
Saat ini salah satu kebijakan yang sangat penting dilakukan oleh pemerintah dalam pengendalian perekonomian adalah dengan melakukan kebijakan fiskal, yaitu tindakan yang diambil oleh  pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomiaan.2, yang tiap tahunnya dilaksanakan oleh pemerintah  melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
Dalam usaha pembangunan,  Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy) mendapat penerapannya, sehingga pajak tidak saja dimanfaatkan dalam fungsinya  yang budgetair tapi juga mengatur.3. Dalam fungsinya yang budgetair  tersebut, pajak lebih berkaitan sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang nantinya akan digunakan untuk membiayai kegiatan administrasi pemerintahan, sedangkan dalam fungsinya yang mengatur lebih berkait dengan upaya pemerintah dalam mengatur ekonomi, alokasi sumber ekonomi, redistribusi pendapatan dan konsumsi.4
  Sektor pajak saat ini menjadi sumber dana utama dalam membiayai pembangunan, hal tersebut karena semakin lemahnya pendapatan Negara dari sektor minyak dan gas bumi, selain itu juga karena semakin sulitnya bantuan luar negeri. Sehingga pajak dijadikan sebagai perwujudan dari kemampuan sendiri dalam membiayai kegiatan pembangunan dari seluruh komponen bangsa.
Dari segi perekonomian kemandirian  diartikan sebagai pengurangan campur tangan luar negeri dan untuk meningkatkan kemampuan penggunaan dan pengolahan potensi yang ada. Dari segi politik kemandirian diartikan sebagai peningkatan peran serta masyarakat sebagai warga negara dalam proses pembangunan.
 Sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam negeri, maka mulai tahun 1983 pemerintah telah mengadakan Tax Reform/Pembaharuan di bidang pajak, yaitu dengan dikeluarkannya 5 (lima) undang-undang pajak baru yaitu :
1.    Undang-Undang Nomor. 6/ 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2.    Undang-Undang Nomor. 7/ 1983, tentang Pajak Penghasilan. Keduanya mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984.
3.    Undang-Undang Nomor. 8/ 1983, tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah. Berlaku mulai tanggal 1 April 1985.
4.    Undang-Undang Nomor 12/ 1985, tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
5.    Undang-Undang Nomor. 13/ 1985, tentang Bea Materai. Berlaku mulai tanggal 1 Januari 1985
Adanya reformasi di bidang pajak ini dilatar belakangi oleh sulitnya penerimaan dana pembangunan Negara yang disebabkan menurunnya harga minyak bumi di pasar dunia. Sejak tahun 1980-1990 harga minyak bumi dipasar dunia mengalami penurunan yang terus menerus dan sangat drastis, hal tersebut menimbulkan kesulitan yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia.5
Dengan adanya pembaharuan di bidang pajak ini maka sistem pemungutan pajak di negara kita mengalami perubahan yang sangat mendasar, baik dari segi ciri dan coraknya. Perubahan tentang ciri dan corak dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dan pengabdian juga peran serta wajib pajak atau pemegang pajak secara langsung dan bersamasama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
b.      Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan sebagai pencerminan kewajiban di bidang pajak berada pada anggota masyarakat sebagai wajib pajak atau penanggung pajak sendiri.  Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya  berkewajiban melakukan  pembinaan
c.       Anggota masyarakat  sebagai wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan gotong royong nasional melalui sistem menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi  pajak diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami masyarakat sebagai wajib pajak.   
Dalam kenyataannya pada saat itu memang dirasa berat karena :
a.       Masyarakat belum siap untuk menjadi subyek dalam sistem pajak nasional, hal ini tidak hanya disebabkan karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak tapi juga oleh tingkat pengetahuan masyarakat akan pajak yang masih rendah.
b.       Sumber daya manusia yang dimiliki aparat perpajakan saat itu belum siap untuk melaksanakan sistem self assessment
c.       Sarana, prasarana dan data base yang diperlukan untuk menggali informasi dari wajib pajak masih belum memadai.6
Menurut Profesor Miyasto, reformasi pajak yang ke II (dua) yaitu tahun 1994, dilatar belakangi oleh beberapa kecenderungan yaitu faktor intern dan ekstern yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada era tahun 1990, yaitu semakin kuatnya tekad bangsa Indonesia untuk lebih mandiri  dalam penerimaan Negara dan daerah. Hal ini seiring dengan meningkatnya hutang-hutang Indonesia  dan tekanan dari negara kreditur yang mengaitkan pinjaman luar negeri dengan isu politik saat itu. Dalam hal yang demikian ini pajak sebagai sumber penerimaan Negara merupakan sumber utama penerimaan Negara.
Reformasi pajak nasional yang kedua dimaksudkan untuk melindungi masyarakat sebagai wajib pajak, mengenakan pembayaran pajak  yang jelas pada wajib pajak, kepastian hukum dan keadilan dalam penyelesaian sengketa pajak juga untuk tertibnya pelaksanaan pembayaran. Sebagai upaya  untuk untuk mewujudkan reformasi pajak nasional kedua adalah dengan berlakunya :
a.       Undang-Undang Nomor. 9/ 1994, tentang perubahan Undang-Undang Nomor. 6/ 1983, tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
b.      Undang-Undang Nomor. 10/ 1994, tentang perubahan Undang-Undang Nomor. 8/ 1983, tentang Pajak Pertambahan Nilai Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
c.       Undang-Undang Nomor. 12/ 1994, tentang Perubahan Undang-Undang Nomor. 12/1985, tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
d.      Undang-Undang Nomor. 17/ 1997, tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
e.       Undang-Undang Nomor. 18 /1997, tentang Pajak Daerah dan Redistribusi Daerah.
f.       Undang-Undang Nomor. 12 /1997, tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
g.      Undang-Undang Nomor. 20 /1997, tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
h.      Undang-Undang Nomor 21 /1997 , tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
Begitu pentingnya sektor pajak bagi peningkatan pendapatan Negara menimbulkan reformasi pajak yang  ketiga pada tahun 2000 yaitu dengan diberlakukannya :
a.       Undang-Undang Nomor.16 /2000, tentang perubahan kedua atas UndangUndang Nomor. 6 /1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
b.      Undang-Undang Nomor. 17/ 2000, tentang perubahan kedua atas UndangUndang Nomor. 7/ 1983, tentang Pajak Penghasilan.
c.       Undang-Undang Nomor. 18/ 2000, tentang perubahan kedua atas UndangUndang 8 / 1983, tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
d.      Undang-Undang Nomor. 19/ 2000, tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
e.       Undang-Undang Nomor. 20/ 2000, tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 21 /1997, tentang Bea  Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas maka dapat diketahui bahwa Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu pajak hasil Tax Reform. Secara umum dapat dikatakan bahwa pajak adalah pungutan dari masyarakat
kepada Negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya  dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa ) secara langsung yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.7
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan beberapa ciri yang melekat pada pengertian pajak8 yaitu :
1.      Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh pemerintah pusat maupun daerah), berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 
2.      Pembayaran pajak harus masuk kepada kas Negara.
3.      Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah (tidak ada imbalan langsung yang diperoleh si pembayar pajak).
4.      Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan manifestasikontra
prestasi dari Negara.
5.      Pajak diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukkannya masih terdapat kelebihan atau surplus, digunakan untuk tabungan public (public saving).
6.      Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa  jenis pajak salah satunya adalah Pajak Bumi Dan Bangunan, pengertian Pajak Bumi dan Bangunan secara khusus adalah merupakan pajak yang dikenakan atas pemilikan dan atau pemanfaatan bumi dan bangunan di Indonesia. Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan  di Indonesia didasarkan pada pemikiran bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan ekonomi yang lebih baik bagi bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat daripadanya. Oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pajak.
Dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan ini menggunakan sistem
pemungutan  Official Assessment.  Official Assessment merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak. Dalam sistem ini, wajib pajak bersifat pasif dan menunggu penetapan  pajak oleh fiskus, kemudian membayar pajak yang terutang sesuai dengan besarnya ketetapan pajak yang ditetapkan oleh fiskus.9
               Dalam melakukan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan ini kadang-kadang terjadi selisih pendapat atau sengketa pajak antara wajib pajak dan pemerintah dalam hal ini Kantor Pajak mengenai besarnya pajak yang harus dibayarkan. Sementara itu dalam praktiknya, penyelesaian sengketa perpanjakan ini telah di atur oleh undang-undang nomor 14 tahun 2002  tentang pengadilan pajak di pengadilan pajak.
Pemilihan judul penelitian tesis ini berdasarkan kepada keingin-tahuan penulis tentang bagaimana penyelesaian sengketa Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Pelayanan Pajak dengan mengacu pada undang-undang nomor 14 tahun 2002  .
Pemilihan lokasi penelitian tesis ini dilakukan di Kabupaten Bogor, didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor adalah salah satu Kabupaten besar di Indonesia dan merupakan wilayah penyanggah Ibu Kota Negara yang perkembangan ekonominya cukup pesat tingkat..

B. Identifikasi dan Rumusan masalah
Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat Wajib Pajak, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya Sengketa Pajak antara Wajib Pajak dan pejabat yang berwenang. Pajak memegang peran penting dan strategis dalam penerimaan negara, Oleh karena itu dalam penyelesaian Sengketa Pajak diperlukan jenjang pemeriksaan ulang vertikal yang lebih ringkas. Selain itu penyelesaian Sengketa Pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana serta mengandung kepastian hokum bagi warga masyarakat atau wajib pajak.
Selain itu, proses penyelesaian Sengketa Pajak melalui Pengadilan Pajak hanya mewajibkan kehadiran terbanding atau tergugat, sedangkan pemohon Banding atau penggugat dapat menghadiri persidangan atas kehendaknya sendiri, kecuali apabila dipanggil oleh Hakim atas dasar alasan yang cukup jelas.
Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak mengharuskan Wajib Pajak untuk melunasi 50 % (lima puluh persen) kewajiban perpajakannya terlebih dahulu. Meskipun demikian proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak tidak menghalangi proses penagihan Pajak, hal tersebut juga membebani wajib pajak karena harus bertanggungjawab untuk sesuatu yang belum terbukti jelas.
Berdasarkan uraian dalam diatas, maka yang menjadi rumusan permasalahan pokok dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah terjadinya sengketa pajak di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor ?
2.      Proses upaya hukum apa yang dapat di tempuh oleh wajib pajak apabila terjadi sengketa pajak menurut undang-undang nomor 14 tahun 2002 ?
3.      Bagaimana penyelesaian sengketa pajak menurut undang-undang nomor 14 tahun 2002  yang dilakukan di Kantor PelayananPajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor ?
4.      Apasaja kendala dalam penyelesaian sengketa pajak sesuai dengan undang-undang nomor 14 tahun 2002  ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan dalam tesis mengenai Penyelesaian sengketa Pajak Bumi dan Bangunan menurut undang-undang nomor 14 tahun 2002  Di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui sebab terjadinya sengketa pajak di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor;
2.      Mengetahui upaya-upaya hukum yang ditempuh oleh wajib pajak apabila terjadi sengketa pajak;
3.      Mengetahui bentuk penyelesaian sengketa pajak yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor;
4.      Mengetahui kendala apasaja dalam penyelesaian sengketa pajak sesuai dengan undang-undang nomor 14 tahun 2002.

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan kegunaan berupa :
1.    Kegunaan teoritis
Penulis berharap hasil penelitian ini mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan khasanah keilmuan hukum khususnya dalam hokum perpajakan.
2.    Kegunaan praktis
Selain kegunaan secara teoritis, hasil penelitian yang di lakukan penulis diharapkan juga mampu menghasilkan sumbangan praktis yaitu :
a.       Memberikan wacana akademis kepada semua pihak yang terkait dengan masalah perpajakan khususnya bagi wajib pajak, Notaris / PPAT dan petugas pajak khususnya mengenai PBB.
b.      Memberikan sumbangan pikiran dalam upaya pelaksanaan pembayaran pajak yang baik khususnya PBB.

E. Kerangka Pemikiran
Pajak Bumi Dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 UU No.12/1994 Tentang Pajak bumi Dan Bangunan, bumi adalah permukaan bumi (perairan) dan tubuh bumi yang berada di bawahnya. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan / perairan yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal, atau tempat berusaha, atau tempat yang dapat diusahakan.
Yang di jadikan dasar untuk pengenaan pajak atas bumi dan bangunan adalah nilai jual dari bumi dan bangunan. Nilai jual dihitung dengan cara tertentu.10 Di dalam masyarakat yang sudah sangat berkembang tidak dapat dipikirkan manusia dapat hidup tanpa masyarakat. Di dalam masyarakat, bumi, air dan kekayaan alam mempunyai fungsi yang sangat penting. Sebagian besar membutuhkan tempat tinggal diatas tanah atau diatas air.
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Orang atau badan yang yang memiliki atau menguasai bumi, air dan bangunan mendapatkan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik dan memperoleh keuntungan dari itu, dan berdasarkan hal tersebut dianggap wajar jika mereka memberikan iuran kepada negara guna mewujudkan kelangsungan hidup negara dan guna meningkatkan pembangunan.
Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan didasarkan pada Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Pajak memegang peran penting dan strategis dalam penerimaan negara, terutama Bumi dan Bangunan. Oleh karena itu dalam penyelesaian Sengketa Pajak diperlukan jenjang pemeriksaan ulang vertikal yang lebih ringkas. Memperbanyak jenjang pemeriksaan ulang vertikal akan mengakibatkan potensi pengulangan pemeriksaan menyeluruh.
Penyelesaian Sengketa Pajak yang sebelumnya dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Namun, dalam pelaksanaan penyelesaian Sengketa Pajak melalui BPSP masih terdapat ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan.
Penyelesaian Sengketa Pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana. Oleh karena itu, dalam Undang-undang tentang Pengadilan Pajak ini ditentukan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Meskipun demikian, masih dimungkinkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung merupakan upaya hukum luar biasa, di samping akan mengurangi jenjang pemeriksaan ulang vertikal, juga penilaian terhadap kedua aspek pemeriksaan yang meliputi aspek penerapan hukum dan aspek fakta-fakta yang mendasari terjadinya sengketa perpajakan, akan dilakukan sekaligus oleh Mahkamah Agung.
Proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak perlu dilakukan secara cepat, oleh karena itu dalam Undang-undang ini diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik di tingkat Pengadilan Pajak maupun di tingkat Mahkamah Agung.
Selain itu, proses penyelesaian Sengketa Pajak melalui Pengadilan Pajak hanya mewajibkan kehadiran terbanding atau tergugat, sedangkan pemohon Banding atau penggugat dapat menghadiri persidangan atas kehendaknya sendiri, kecuali apabila dipanggil oleh Hakim atas dasar alasan yang cukup jelas. Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak mengharuskan Wajib Pajak untuk melunasi 50 % (lima puluh persen) kewajiban perpajakannya terlebih dahulu. Meskipun demikian proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak tidak menghalangi proses penagihan Pajak.
Pengadilan Pajak yang diatur dalam Undang-undang bersifat khusus menyangkut acara penyelenggaraan persidangan sengketa perpajakan yaitu:
1.      Penyelesaian sengketa perpajakan memerlukan tenaga-tenaga Hakim khusus yang mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah Sarjana Hukum atau sarjana lain.
2.      Sengketa yang diproses dalam Pengadilan Pajak khusus menyangkut sengketa perpajakan.
3.      Putusan Pengadilan Pajak memuat penetapan besarnya Pajak terutang dari Wajib Pajak, berupa hitungan secara teknis perpajakan, sehingga Wajib Pajak langsung memperoleh kepastian hukum tentang besarnya Pajak terutang yang dikenakan kepadanya. Sebagai akibatnya jenis putusan Pengadilan Pajak, di samping jenis -jenis putusan yang umum diterapkan pada peradilan umum, juga berupa mengabulkan sebagian, mengabulkan seluruhnya, atau menambah jumlah Pajak yang masih harus dibayar. 11
Sebagai konsekuensi dari kekhususan tersebut di atas, dalam Undang-undang ini diatur hukum acara tersendiri untuk menyelenggarakan Pengadilan Pajak.
 F. Metodologi dan Lokasi Penelitian
Mengingat penelitian ilmiah ini sebagai salah satu sarana dalam pengembangan ilmu yang digunakan untuk mengungkap kebenaran secara sistematis, etodologis dan konsisten maka proses selama penelitian perlu dianalisa dan kemudian dikonstruksikan dengan masalah terkait yang ada sehingga kesimpulan yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara obyektif.
Selanjutnya dalam penulisan ini, penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris. Metode pendekatan ini adalah untuk mengetahui bekerjanya hukum di dalam masyarakat dalam kerangka penyelesaian suatu masalah di samping itu pendekatan ini dimaksudkan juga untuk mengetahui peraturan-peraturan dan teori perpajakan khususnya yang berhubungan dengan Pajak Bumi dan Bangunan dan undang-undang nomor 14 tahun 2002.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penulisan tesis ini adalah berupa penelitian deskriptif analitis, dalam pengertian penulis bermaksud menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan Penyelesaian sengketa Pajak Bumi dan Bangunan.
 3. Populasi Dan Metode Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi diartikan sebagai seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti. Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah pejabat yang terkait / berwenang menyelesaikan sengketa pajak di Kantor Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan Kabupaten Bogor.
b. Metode Penentuan Sampel
Teknik sampling dalam dalam proses penelitian ini harus ditentukan untuk memilih yang representatif, mengingat penarikan sample merupakan proses memilih suatu bagian dari suatu populasi yang berguna untuk menentukan bagian-bagian dari obyek yang akan diteliti agar masalah yang dibahas menjadi lebih terarah.
Sehubungan dengan materi yang dibahas maka teknik penarikan sample yang dipergunakan adalah penentuan responden yang dilakukan secara purposive sampling (non random sampling) atau penarikan sampel yang dilakukan dengan mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu.12
Populasi dari penelitian ini adalah pejabat yang berwenang menyelesaikan sengketa pajak di Kantorm Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor. Keseluruhan data pustaka maupun sampel yang dikelola di harapkan dapat mewakili keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi sampel adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan Kabupaten Bogor dan Staf.
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang diperlukan untuk keperluan analisa. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara :
a.       Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh penulis secara langsung dari pihakpihak yang terkait seperti pejabat / petugas kantor pajak, selanjutnya data primer dalam penelitian tesis tersebut diperoleh dengan cara wawancara (interview), yaitu cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada pihak-pihak yang terkait, terutama orang-orang yang berwenang dan mengetahui tentang prosedur pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan melalui Kepala Kantor Pajak. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin yaitu teknik wawancara yang daftar pertanyaannya telah dipersiapkan lebih dahulu oleh penulis namun masih tetap dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat wawancara.13
b.      Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang berfungsi mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer. Data sekunder untuk penelitian ini terdiri dari :
1.      Bahan-bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri atas :
Ø  Norma Dasar Pancasila.
Ø  Peraturan Dasar : Batang tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR
Ø  Peraturan perundang-undangan.
Ø  Yurisprudensi.
Ø  Traktat.
Ø  Surat Keputusan atau Surat Edaran.
2.      Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer antara lain terdiri :
Ø  Rancangan peraturan perundang-undangan.
Ø  Buku-buku atau karya ilmiah para sarjana / praktisi.
Ø  Hasil penelitian.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh pada dasarnya merupakan data tatanan yang di analisis secara kualitatif, yaitu data yang terkumpul dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis yang menghubungkan fakta yang ada dengan berbagai peraturan yang berlaku. Analisis didasarkan atas interpretasi dan analisis kasus yang memadukan elemen-elemen interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan yang ada, dokumen serta penelitian di lapangan sehingga menghasilkan suatu kajian strategis bagi kalangan umum dalam menghadapi permasalahan yang sejenis.
Dalam penarikan kesimpulan, penulis menggunakan metode yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dari peraturan-peraturan atau prinsip-prinsip khusus menuju penulisan yang bersifat umum.

 DAFTAR PUSTAKA
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak Edisi 3, Salemba Empat,  Jakarta, 2007.

Departemen Keuangan RI, Peranan Pajak Dalam Pembangunan, Direktur Jenderal Pajak, 1998.

Rochmad Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT. Eresco, Bandung, 1992.

Miyasto, Fungsi Mengatur Dan Penegakan Law Enforcement Dalam Undang-Undang Pajak Tahun  1994, Bahan Kuliah Umum Mahasiswa S2 Ilmu Hukum, Fakultas Pasca Sarjana UNDIP, Semarang, 1997 (Internet).

Miyasto, Sistem Perpajakan Nasional Dalam Era Globalisasi, Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu Ekonomi, Pada Fakultas Ekonomi, UNDIP, Semarang, 1997.

Marihot P. Siahaan, SE, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban DanPenagihan Pajak Dengan Surat Paksa, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.

Amin Widjaja Tunggal, Pelaksanaan Pajak Pengahasilan Perseorangan , Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

Undang-Undang Republik Indonesia, Tentang  Pengadilan Pajak, Nomor 14 Tahun 2002

Rony Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.

Soetrisno Hadi, Metologi Research Jilid II, Yayasan Penerbit Fakultas HukumUniversitas   Gajahmada, Yogyakarta, 1985, Halaman 26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar