http://www.facebook.com/danu.suryani/photos

DANU SURYANI

Get Gifs at CodemySpace.com

semoga bermanfaat, dan MOHON KOMENTARNYA !!!

semoga bermanfaat, & MOHON KOMENTARNYA !!!

Silahkan dilihat'.........

Rabu, 10 Oktober 2012

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BERDASARKAN UNDANG -UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2002

A. Latar Belakang Masalah
Sejarah pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian Cuma-cuma) namun sifatnya merupakan kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh rakyat kepada seorang raja atau penguasa. Rakyat memberikan upetinya kepada raja waktu itu berupa natura seperti ternak, padi atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa dan lain-lain1.
Saat ini salah satu kebijakan yang sangat penting dilakukan oleh pemerintah dalam pengendalian perekonomian adalah dengan melakukan kebijakan fiskal, yaitu tindakan yang diambil oleh  pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomiaan.2, yang tiap tahunnya dilaksanakan oleh pemerintah  melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
Dalam usaha pembangunan,  Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy) mendapat penerapannya, sehingga pajak tidak saja dimanfaatkan dalam fungsinya  yang budgetair tapi juga mengatur.3. Dalam fungsinya yang budgetair  tersebut, pajak lebih berkaitan sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang nantinya akan digunakan untuk membiayai kegiatan administrasi pemerintahan, sedangkan dalam fungsinya yang mengatur lebih berkait dengan upaya pemerintah dalam mengatur ekonomi, alokasi sumber ekonomi, redistribusi pendapatan dan konsumsi.4
  Sektor pajak saat ini menjadi sumber dana utama dalam membiayai pembangunan, hal tersebut karena semakin lemahnya pendapatan Negara dari sektor minyak dan gas bumi, selain itu juga karena semakin sulitnya bantuan luar negeri. Sehingga pajak dijadikan sebagai perwujudan dari kemampuan sendiri dalam membiayai kegiatan pembangunan dari seluruh komponen bangsa.
Dari segi perekonomian kemandirian  diartikan sebagai pengurangan campur tangan luar negeri dan untuk meningkatkan kemampuan penggunaan dan pengolahan potensi yang ada. Dari segi politik kemandirian diartikan sebagai peningkatan peran serta masyarakat sebagai warga negara dalam proses pembangunan.
 Sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam negeri, maka mulai tahun 1983 pemerintah telah mengadakan Tax Reform/Pembaharuan di bidang pajak, yaitu dengan dikeluarkannya 5 (lima) undang-undang pajak baru yaitu :
1.    Undang-Undang Nomor. 6/ 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2.    Undang-Undang Nomor. 7/ 1983, tentang Pajak Penghasilan. Keduanya mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984.
3.    Undang-Undang Nomor. 8/ 1983, tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah. Berlaku mulai tanggal 1 April 1985.
4.    Undang-Undang Nomor 12/ 1985, tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
5.    Undang-Undang Nomor. 13/ 1985, tentang Bea Materai. Berlaku mulai tanggal 1 Januari 1985
Adanya reformasi di bidang pajak ini dilatar belakangi oleh sulitnya penerimaan dana pembangunan Negara yang disebabkan menurunnya harga minyak bumi di pasar dunia. Sejak tahun 1980-1990 harga minyak bumi dipasar dunia mengalami penurunan yang terus menerus dan sangat drastis, hal tersebut menimbulkan kesulitan yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia.5
Dengan adanya pembaharuan di bidang pajak ini maka sistem pemungutan pajak di negara kita mengalami perubahan yang sangat mendasar, baik dari segi ciri dan coraknya. Perubahan tentang ciri dan corak dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dan pengabdian juga peran serta wajib pajak atau pemegang pajak secara langsung dan bersamasama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
b.      Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan sebagai pencerminan kewajiban di bidang pajak berada pada anggota masyarakat sebagai wajib pajak atau penanggung pajak sendiri.  Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya  berkewajiban melakukan  pembinaan
c.       Anggota masyarakat  sebagai wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan gotong royong nasional melalui sistem menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi  pajak diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami masyarakat sebagai wajib pajak.   
Dalam kenyataannya pada saat itu memang dirasa berat karena :
a.       Masyarakat belum siap untuk menjadi subyek dalam sistem pajak nasional, hal ini tidak hanya disebabkan karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak tapi juga oleh tingkat pengetahuan masyarakat akan pajak yang masih rendah.
b.       Sumber daya manusia yang dimiliki aparat perpajakan saat itu belum siap untuk melaksanakan sistem self assessment
c.       Sarana, prasarana dan data base yang diperlukan untuk menggali informasi dari wajib pajak masih belum memadai.6
Menurut Profesor Miyasto, reformasi pajak yang ke II (dua) yaitu tahun 1994, dilatar belakangi oleh beberapa kecenderungan yaitu faktor intern dan ekstern yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada era tahun 1990, yaitu semakin kuatnya tekad bangsa Indonesia untuk lebih mandiri  dalam penerimaan Negara dan daerah. Hal ini seiring dengan meningkatnya hutang-hutang Indonesia  dan tekanan dari negara kreditur yang mengaitkan pinjaman luar negeri dengan isu politik saat itu. Dalam hal yang demikian ini pajak sebagai sumber penerimaan Negara merupakan sumber utama penerimaan Negara.
Reformasi pajak nasional yang kedua dimaksudkan untuk melindungi masyarakat sebagai wajib pajak, mengenakan pembayaran pajak  yang jelas pada wajib pajak, kepastian hukum dan keadilan dalam penyelesaian sengketa pajak juga untuk tertibnya pelaksanaan pembayaran. Sebagai upaya  untuk untuk mewujudkan reformasi pajak nasional kedua adalah dengan berlakunya :
a.       Undang-Undang Nomor. 9/ 1994, tentang perubahan Undang-Undang Nomor. 6/ 1983, tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
b.      Undang-Undang Nomor. 10/ 1994, tentang perubahan Undang-Undang Nomor. 8/ 1983, tentang Pajak Pertambahan Nilai Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
c.       Undang-Undang Nomor. 12/ 1994, tentang Perubahan Undang-Undang Nomor. 12/1985, tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
d.      Undang-Undang Nomor. 17/ 1997, tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
e.       Undang-Undang Nomor. 18 /1997, tentang Pajak Daerah dan Redistribusi Daerah.
f.       Undang-Undang Nomor. 12 /1997, tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
g.      Undang-Undang Nomor. 20 /1997, tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
h.      Undang-Undang Nomor 21 /1997 , tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
Begitu pentingnya sektor pajak bagi peningkatan pendapatan Negara menimbulkan reformasi pajak yang  ketiga pada tahun 2000 yaitu dengan diberlakukannya :
a.       Undang-Undang Nomor.16 /2000, tentang perubahan kedua atas UndangUndang Nomor. 6 /1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
b.      Undang-Undang Nomor. 17/ 2000, tentang perubahan kedua atas UndangUndang Nomor. 7/ 1983, tentang Pajak Penghasilan.
c.       Undang-Undang Nomor. 18/ 2000, tentang perubahan kedua atas UndangUndang 8 / 1983, tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
d.      Undang-Undang Nomor. 19/ 2000, tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
e.       Undang-Undang Nomor. 20/ 2000, tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 21 /1997, tentang Bea  Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas maka dapat diketahui bahwa Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu pajak hasil Tax Reform. Secara umum dapat dikatakan bahwa pajak adalah pungutan dari masyarakat
kepada Negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya  dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa ) secara langsung yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.7
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan beberapa ciri yang melekat pada pengertian pajak8 yaitu :
1.      Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh pemerintah pusat maupun daerah), berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 
2.      Pembayaran pajak harus masuk kepada kas Negara.
3.      Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah (tidak ada imbalan langsung yang diperoleh si pembayar pajak).
4.      Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan manifestasikontra
prestasi dari Negara.
5.      Pajak diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukkannya masih terdapat kelebihan atau surplus, digunakan untuk tabungan public (public saving).
6.      Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa  jenis pajak salah satunya adalah Pajak Bumi Dan Bangunan, pengertian Pajak Bumi dan Bangunan secara khusus adalah merupakan pajak yang dikenakan atas pemilikan dan atau pemanfaatan bumi dan bangunan di Indonesia. Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan  di Indonesia didasarkan pada pemikiran bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan ekonomi yang lebih baik bagi bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat daripadanya. Oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pajak.
Dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan ini menggunakan sistem
pemungutan  Official Assessment.  Official Assessment merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak. Dalam sistem ini, wajib pajak bersifat pasif dan menunggu penetapan  pajak oleh fiskus, kemudian membayar pajak yang terutang sesuai dengan besarnya ketetapan pajak yang ditetapkan oleh fiskus.9
               Dalam melakukan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan ini kadang-kadang terjadi selisih pendapat atau sengketa pajak antara wajib pajak dan pemerintah dalam hal ini Kantor Pajak mengenai besarnya pajak yang harus dibayarkan. Sementara itu dalam praktiknya, penyelesaian sengketa perpanjakan ini telah di atur oleh undang-undang nomor 14 tahun 2002  tentang pengadilan pajak di pengadilan pajak.
Pemilihan judul penelitian tesis ini berdasarkan kepada keingin-tahuan penulis tentang bagaimana penyelesaian sengketa Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Pelayanan Pajak dengan mengacu pada undang-undang nomor 14 tahun 2002  .
Pemilihan lokasi penelitian tesis ini dilakukan di Kabupaten Bogor, didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor adalah salah satu Kabupaten besar di Indonesia dan merupakan wilayah penyanggah Ibu Kota Negara yang perkembangan ekonominya cukup pesat tingkat..

B. Identifikasi dan Rumusan masalah
Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat Wajib Pajak, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya Sengketa Pajak antara Wajib Pajak dan pejabat yang berwenang. Pajak memegang peran penting dan strategis dalam penerimaan negara, Oleh karena itu dalam penyelesaian Sengketa Pajak diperlukan jenjang pemeriksaan ulang vertikal yang lebih ringkas. Selain itu penyelesaian Sengketa Pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana serta mengandung kepastian hokum bagi warga masyarakat atau wajib pajak.
Selain itu, proses penyelesaian Sengketa Pajak melalui Pengadilan Pajak hanya mewajibkan kehadiran terbanding atau tergugat, sedangkan pemohon Banding atau penggugat dapat menghadiri persidangan atas kehendaknya sendiri, kecuali apabila dipanggil oleh Hakim atas dasar alasan yang cukup jelas.
Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak mengharuskan Wajib Pajak untuk melunasi 50 % (lima puluh persen) kewajiban perpajakannya terlebih dahulu. Meskipun demikian proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak tidak menghalangi proses penagihan Pajak, hal tersebut juga membebani wajib pajak karena harus bertanggungjawab untuk sesuatu yang belum terbukti jelas.
Berdasarkan uraian dalam diatas, maka yang menjadi rumusan permasalahan pokok dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah terjadinya sengketa pajak di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor ?
2.      Proses upaya hukum apa yang dapat di tempuh oleh wajib pajak apabila terjadi sengketa pajak menurut undang-undang nomor 14 tahun 2002 ?
3.      Bagaimana penyelesaian sengketa pajak menurut undang-undang nomor 14 tahun 2002  yang dilakukan di Kantor PelayananPajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor ?
4.      Apasaja kendala dalam penyelesaian sengketa pajak sesuai dengan undang-undang nomor 14 tahun 2002  ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan dalam tesis mengenai Penyelesaian sengketa Pajak Bumi dan Bangunan menurut undang-undang nomor 14 tahun 2002  Di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui sebab terjadinya sengketa pajak di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor;
2.      Mengetahui upaya-upaya hukum yang ditempuh oleh wajib pajak apabila terjadi sengketa pajak;
3.      Mengetahui bentuk penyelesaian sengketa pajak yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor;
4.      Mengetahui kendala apasaja dalam penyelesaian sengketa pajak sesuai dengan undang-undang nomor 14 tahun 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar