http://www.facebook.com/danu.suryani/photos

DANU SURYANI

Get Gifs at CodemySpace.com

semoga bermanfaat, dan MOHON KOMENTARNYA !!!

semoga bermanfaat, & MOHON KOMENTARNYA !!!

Silahkan dilihat'.........

Kamis, 12 Januari 2012

Pengelolaan Retribusi Pemakaman


Pengelolaan Retribusi Pemakaman
Konsep manajemen atau pengelolaan retribusi pemakaman mengandung pengertian bahwa dalam perspektif keruangan (tanah, lahan), pemakaman dapat dipandang sebagai potensi dan aset untuk menggali dan meningkatkan pendapatan daerah. Dalam hal ini, pemakaman dapat dijadikan sebagai potensi dan aset retribusi daerah. Persoalan bagaimana agar pemakaman (konsep ruang: tanah, lahan) menjadi bernilai investasi ekonomi sehingga mendatangkan retribusi bagi daerah tentu saja berkaitan dengan persoalan manajemen. Dengan demikian, Pemerintah Daerah menyediakan pemakaman, sedangkan masyarakat sebagai pengguna membayarkan retribusi.
Apabila ditelaah dalam perspektif keruangan (tanah, lahan), maka pengelolaan retribusi pemakaman berkaitan erat dengan kegiatan penataan ruang yang mendatangkan retribusi. Dalam hal ini, Mulyono Sadyohutomo (2008: 6) mengemukakan bahwa “Penataan ruang mencakup tiga proses, yaitu (a) perencanaan tata ruang, (b) pemanfaatan ruang, dan (c) pengendalian pemanfaatan ruang.” Lebih lanjut, Mulyono Sadyohutomo (2008: 6) menekankan bahwa “Ketiga proses tersebut menurut teori manajemen merupakan fungsi-fungsi manajemen. Penekanan manajemen (retribusi) pemakaman adalah pada operasional penyediaan pelayanan publik dan intervensi pada publik, terutama dalam bentuk pengaturan.”
Berkaitan dengan konsep pengelolaan retribusi pemakaman, maka (a) pemakaman merupakan obyek pengelolaan, (b) retribusi menjadi tujuan dari pengelolaan obyek pemakaman, dan (c) pengelolaan berkaitan dengan kegiatan/ fungsi merencanakan (planning), mengorganisasikan sumber daya yang ada (organizing), menggerakkan program kerja (actuating), dan mengendalikan jalannya pekerjaan (controlling), dalam rangka pencapaian tujuan.
Perencanaan (Planning)
Sondang P. Siagian (1986: 33) berpendapat bahwa “Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.” Lebih lanjut, Sondang P. Siagian (2000: 33) menguraikan:
“Perencanaan merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam organisasi dan menentukan prosesdur terbaik untuk mencapainya. Selanjutnya, rencana memungkinkan: (1) organisasi memperoleh dan mengikat sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, (2) anggota untuk melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan tujuan dan prosedur yang telah terpilih, dan (3) kemajuan ke arah tujuan yang dapat diamati dan diukur sehingga tindakan koreksi (pembetulan) dapat diambi apabila tingkat kemajuan tidak memadai.”

Prajudi S. Atmosudirjo (1994) mengemukan bahwa “Perencanaan adalah perhitungan dan penentuan dari apa yang akan dijalankan di dalam rangka mencapai tujuan prapta (obyek) tertentu, dimana, bilamana, oleh siapa, dan bagaimana tata caranya.” Lebih lanjut, S. Prajudi Atmosudirjo (1994) menguraikan bahwa “Perencanaan merupakan suatu hasil kegiatan dari proses implementasi dari kegiatan-kegiatan yang diatur dengan metode dalam pencapaiannya pada proses perencanaan, penyusunan rencana yang efektif, kemudian diikuti berbagai langkah untuk merealisasikannya sebagai daya upaya untuk mewujudkannya dan tujuan yang ingin dicapai.”
John F. Mee (dalam Soewarno Handayaningrat, 1990: 61) mengatakan bahwa “Perencanaan adalah proses yang matang untuk dilakukan di masa yang akan datang dengan menentukan kegiatan-kegiatannya.” Dalam menentukan kegiatan-kegiatan tersebut untuk suatu organisasi, Mulyono Sadyohutomo (2008: 2) berpendapat bahwa “Di dalam planning (perencanaan), termasuk forecasting (perkiraan) dan budgeting (penganggaran).” Artinya, bahwa perkiraan dan penganggaran juga merupakan bagian penting dari totalitas kegiatan perencanaan.
Mulyono Sadyohutomo (2008: 30) berpendapat bahwa “Pengertian dari perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan untuk menyusun suatu rencana (plan) .... di dalam perencanaan tercakup pengertian sebagai berikut: a. Penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan. b. Penentuan serangkaian kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan.”
Adapun tahap dasar perencanaan, menurut T. Hani Handoko (1984: 79-80), adalah sebagai berikut:
1)      Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan: Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya-sumber daya secara tidak efektif.
2)      Merumuskan keadaan saat ini: Pemahaman akan posisi organisasi sekarang dari tujuan yang hendak dicapai atau sumber daya-sumber daya yang tersedia untuk pencapaian tujuan adalah sangat penting, karena tujuan dan rencana menyangkut waktu yang akan datang. Hanya setelah keadaan organisasi saat ini dianalisa, rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut. Tahap kedua ini memerlukan informasi terutama keuangan dan data statistik yang didapatkan melalui komunikasi dalam organisasi.
3)      Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan: Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasi untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapainya. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor lingkungan intern dan ekstern yang dapat membantu organisasi mencapai tujuan atau yang mungkin menimbulkan masalah. Walaupun sulit dilakukan, antisipasi keadaan, masalah dan esempatan serta ancaman yang mungkin terjadi di waktu mendatang adalah bagian esensi dari proses perencanaan.
4)      Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan: Tahap akhir dalam proses perencanaan meliputi pengembangan berbagai alternatif kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian-penilaian alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) di antara berbagai alternatif.

Bintoro Tjokroamidjojo (1995) berpendapat bahwa perencanaan dapat dilihat sebagai suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan dengan lebih baik mendapatkan alasan yang lebih kuat untuk melakukan perencanaan sebagai berikut:
1)      Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan.
2)      Dengan adanya perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.
3)      Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai cara alternatif yang terbaik.
4)      Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.
5)      Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat ukur untuk mengadakan pengawasan/evaluasi.

 Pengorganisasian (Organizing)
Mulyono Sadyohutomo (2008: 44) mengatakan bahwa “Pengorganisasian dimaksudkan untuk mengelompokkan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dan bagaimana hubungan antar kegiatan tersebut dalam suatu bentuk struktur organisasi atau institusi.”
Dalam perspektif Mulyono Sadyohutomo (2008: 44-45) tersebut, maka pengorganisasian retribusi pemakaman dapat diukur berdasarkan indikator seperti “apa organisasi/institusi yang menjalankan, bagaimana bentuk struktur organisasi/ institusi tersebut, apa saja kewenangan dan tanggung jawab (kegiatan-kegiatan) yang dimiliki organisasi/institusi tersebut, dan bagaimana mekanisme pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab (kegiatan-kegiatan) tersebut.”
Lebih lanjut, Mulyono Sadyohutomo (2008: 2) berpendapat bahwa “Di dalam organizing, termasuk staffing (pengaturan staf) atau assembling resources (pemaduan sumber daya).” Dalam perspektif Mulyono Sadyohutomo tersebut, maka pengorganisasian retribusi pemakaman juga dapat diukur berdasarkan indikator seperti pengaturan staf (staffing) dan pemaduan sumber daya (assembling resources).
Dalam konteks staffing tersebut, maka Mulyono Sadyohutomo (2008: 46) berpandangan sebagai berikut:
“Setelah organisasi terbentuk maka untuk dapat bergerak diperlukan sumber daya manusia. Untuk itu, dilakukan staffing, yaitu pengisian orang yang sesuai untuk melaksanakan tugas dan fungsi bagian-bagian organisasi. Penempatan orang pada simpul atau bagian organisasi tersebut dibarengi dengan hak atau wewenang dan kewajiban masing-masing pejabatnya secara jelas. Dengan demikian, mereka tahu tugasnya dan kepada siapa mereka bertanggung jawab. Penempatan pegawai harus sesuai antara kemampuan/kompetensi dengan tugas yang akan diembannya.”

 Penggerakan (Actuating)
Mulyono Sadyohutomo (2008: 2) berpendapat bahwa “Di dalam actuating, termasuk leading (kepemimpinan) dan coordinating (koordinasi). Leading termasuk directing atau commanding (perintah) dan motivating (motivasi).”
Dalam kaitan dengan actuating, Mulyono Sadyohutomo (2008: 46) berpandangan sebagai berikut:
“Setelah pengisian personil (staffing) selesai maka diperlukan leading, yaitu kegiatan unsur pimpinan agar bawahannya atau orang lain bertindak. Kegiatan ini meliputi mengambil keputusan, komunikasi ke bawahan (directing atau commanding, memberi dorongan, semangat dan inspirasi (motivating), mengubah anggota kelompok kerja bawahan, dan meningkatkan ketrampilan kerja bawahan. Sedangkan semua komponen dalam organisasi harus melakukan koordinasi (coordinating).”

Dengan demikian, penggerakan (actuating) dalam pengelolaan retribusi pemakaman dapat diukur berdasarkan indikator seperti gaya memimpin (mengarahkan/directing atau memerintah/commanding), kemampuan manajerial (manajerial umum dan manajerial perubahan), pengambilan keputusan (partisipatif atau dimobilisasi), komunikasi (satu arah dan dua arah), motivasi (memberi dorongan dan semangat, serta meningkatkan ketrampilan kerja), dan koordinasi (penyelarasan kerja).
Pengawasan (Controlling)
Mulyono Sadyohutomo (2008: 49) menterjemahkan istilah controlling dengan dua arti, yaitu pengendalian dan pengawasan, serta berpendapat sebagai berikut:
“Pengawasan merupakan tugas yang melekat pada setiap pimpinan sehingga disebut sebagai pengawasan melekat (waskat). Tujuan pengendalian organisasi adalah agar pelaksanaan tugas dan fungsi setiap komponen organisasi sesuai dengan rencana dan program yang telah ditetapkan. Biasanya di dalam pelaksanaan rencana tidak bersifat kaku karena dalam kurun waktu kegiatan dapat dilakukan evaluasi dan revisi/penyesuaian rencana program dengan perkembangan kondisi yang terjadi.”

Berkaitan dengan cakupan kegiatan pengendalian/pengawasan, Mulyono Sadyohutomo (2008: 48-49) mengemukakan pandangan, bahwa “Kegiatan pengendalian mencakup pengendalian intern organisasi dan ekstern organisasi atau kegiatan yang terjadi di masyarakat.” Dikemukakan bahwa “Pengendalian intern organisasi dilakukan sesuai dengan budaya organisasi yang ada. Misalnya, untuk budaya birokrat biasanya digunakan sistem pengawasan dari masing-masing atasan” sehingga dinamakan sebagai pengawasan melekat (waskat). Sementara itu, “Untuk pengendalian ekstern, prasyarat sebelum dilakukan pengendalian adalah telah adanya pembinaan oleh pemerintah kepada masyarakat dengan memberikan sosialisasi, pedoman teknis, bimbingan, pelatihan dan arahan.”
Kemudian, Mulyono Sadyohutomo (2008: 2) berpendapat bahwa “Di dalam controlling, termasuk evaluating (penilaian) dan reporting (pelaporan)”. Atau ia (2008: 49) mengemukakan secara lebih sistematis bahwa “Upaya pengendalian dimulai dengan kegiatan pemantauan, diikuti evaluasi, verifikasi, dan terakhir pelaporan.” Secara operasional dikaitkan dengan pengendalian/pengawasan terhadap pelayanan dan retribusi pemakaman, maka Mulyono Sadyohutomo (2008: 49) berpendapat sebagai berikut:
“Upaya pengendalian diawali dengan kegiatan pemantauan terhadp penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah/ruang. Pemantauan tidak hanya tugas pemerintah, tetapi juga menjadi kewajiban masyarakat dan pihak yang peduli terhadap ketertiban pemanfaatan ruang. Data hasil pemantauan kemudian dievaluasi apakah terjadi indikasi penyimpangan atau pelanggaraan terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Apabila ada indikasi pelanggaran maka dilakukan kegiatan pengawasan, yaitu dengan verifikasi. Hasil verifikasi dituangkan dalam pelaporan sebagai bahan rumusan tindakan penertiban yang diperlukan. Tindakan penertiban diserahkan kepada pihak yang berwenang dalam penegakan hukum dan petugas ketertiban.”


Dengan demikian, pengendalian/pengawasan (controlling) dalam pengelolaan retribusi pemakaman dapat diukur berdasarkan indikator seperti adanya pengendalian intern, pengendalian ekstern, pemantauan, penilaian, perbaikan, dan pelaporan.

1 komentar:

  1. terima kasih atas pengetahuannya,,
    sangat bermanfaat bagi penelitian sosial kami.

    BalasHapus